Literasi tidak hanya tentang membaca buku kuno yang tebal disertai alunan bahasa yang tinggi. Menurut jurnal yang ditulis oleh Ane Permatasari selaku Dosen Ilmu Pemerintahan Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang berjudul “Membangun Kualitas Bangsa dengan Budaya Literasi”, ada bermacam-macam keaksaraan atau literasi. Misalnya literasi komputer (computer literacy), literasi media (media literacy), literasi teknologi (technology literacy), literasi ekonomi (economy literacy), literasi informasi (information literacy), bahkan ada literasi moral (moral literacy).

Salah satu alasan yang biasanya terjadi pada setiap konflik panas dunia maya adalah kurangnya literasi terhadap informasi. Sekiranya berita tersebut cukup dalam memberikan sensasi, maka tanpa mengetahui terlebih dahulu akan kebenarannya langsung ikut terjun menambahkan bumbu-bumbu konfrontasi pada berita yang marak itu. Padahal pengetahuan mendalam terkait wawasan literasi informasi sangatlah penting untuk diketahui.
Kemudian setelah tidak tertanamnya budaya literasi informasi di setiap diri manusia maka konflik panas tadi akan berkemungkinan besar menimbulkan pelanggaran kode etik berargumen. Sudah terlarut dalam konfrontasi massa yang sama-sama belum mempunyai titik terang, dengan mudah jari-jari nakalnya memercik suasana menjadi lebih kelam dengan kalimat-kalimat yang tidak pantas bahkan berujung melakukan cyberbullying.
Mengambil contoh dari kisah konflik panas berkedok penganiayaan seksualitas terhadap sesama anak sekolah di Pontianak pada tahun 2019 silam, yakni isu yang sampai melahirkan tagar #JusticeforAudrey. Isu ini sangat panas dan mengundang banyak perhatian massa untuk membela si korban, Audrey. Di mana korban yang saat itu masih duduk di bangku SMP mengaku disiksa secara psikis dan jasmani oleh sekumpulan anak SMA.
Pengakuan tentang banyaknya luka memar serta mendapatkan penganiayaan pada bagian vital korban menjadi poin penyebab datangnya perhatian massa hingga beberapa artis pun ikut menaruh hati terhadap isu ini. Namun ketika hasil visum yang keluar setelah beberapa hari adanya pengakuan korban, malah membawa bukti sebaliknya. Hasil visum tersebut membuktikan bahwa Audrey dinyatakan sehat serta tidak menunjukkan adanya bekas-bekas pengeroyokan, walaupun secara psikis memang betul telah mengalami trauma.
Melansir dari brilio.net yang juga mengutip liputan6.com, Kepala Bidang Humas Polda Kalimantan Barat AKBP Donny Charles Go mengatakan bahwa hasil visum Audrey sudah keluar dan tidak seperti yang diisukan di media sosial. “Hasil visumnya sudah keluar, tidak seperti yang viral di luar. Artinya, di area kewanitaan korban itu tidak ada yang aneh, normal, tidak ada luka,” ujar Donny.
Lambat laun cibiran massa yang tadinya berargumen panas terhadap kejinya penganiayaan seksualitas tersebut pun ikut terbalik dengan menyayangkan ketidakfaktaan pengakuan dari sang korban. Bahkan fakta yang didapat ternyata tersangka tidak sama sekali melakukan tindakan keji itu. Namun tersangka yang terduga dan mengaku melakukan tindak kekerasan yang mengakibatkan psikis korban terganggu tetap menerima ganjaran dari apa yang telah diperbuatnya.
Melihat fakta sebenarnya adalah bukan demikian sebenarnya sudah cukup menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk lebih cermat kembali dalam menelan informasi. Dibanding beropini hanya karena telah mendengar pengakuan, lebih baik menunggu hasil riset yang membuktikan pengakuannya tersebut.
Maka sudah tidak ada alasan untuk tidak dengan segera menjadikan budaya literasi informasi sebagai kewajiban utama terhadap masyarakat dalam langkah penggunaan media sosial. Memang sangat remeh sehingga tidak sedikit orang yang menyepelekannya. Namun,untuk terciptanya manusia-manusia yang bijak, dengan hal yang remeh seperti inilah yang ternyata justru menjadi salah satu kunci damainya dalam penggunaan media sosial. Dengan membiasakan diri untuk lebih teliti, cermat dan cakap dalam membaca suatu berita maka dunia maya telah sedikit terselamatkan dari bibit-bibit api tak bertanggung-jawab pada kayu bakar yang siap membara.

0 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *