“Target Tinggi Indeks Literasi”

Keseriusan Dinas Perpustakaan dan Arisp (Dispersip) Kalimantan Selatan (Kalsel) dalam membangun literasi masyarakat Kalimantan Selatan tidak main-main. Memasang target IPLM sebesar 55 poin pada 2022, membuatnya sangat jauh meninggalkan target IPLM Nasional dan Perpusnas yang hanya berada di angka 13. Untuk itu, perlu upaya dan kerja keras maksimal dari seluruh pegawai Dispersip Kalsel. Meskipun Dispusip didukung dengan anggaran besar, dukungan dari Dispersip kabupaten/kota sangat dibutuhkan.

Ilyas Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Bappeda mengatakan, pihaknya tidak khawatir, sebab ia sudah mengetahui sepak terjang Dispersip selama ini. Ilyas mengakui prestasi yang ditunjukkan Dispersip secara nasional. Sehingga pihaknya juga tidak memiliki keraguan untuk memberikan tambahan anggaran. Pernyataan Ilyas diamini Bambang Kasubid Pendidikan dan Kebudayaan. Menurut Bambang memasang target besar lebih baik dari pada target yang kecil.  “Memasang target perencanaan yang besar, meskipun gagal akan lebih bagus daripada memasang target perencanaan yang kecil dan berhasil” Kata Bambang.

Bambang justru menyarankan agar SKPD berani memasang memasang target perencanaan yang tinggi. Hal itu menunjukkan sebesar apa kinerja SKPD dalam mencapai target. Menurutnya, paling tidak, dengan target yang besar, meskipun tidak terpenuhi, tetapi sudah mengusahakannya. Bambang menyatakan beberapa SKPD justru memasang target yang kecil seperti 0,00. “Berbeda dengan SKPD yang memasang target kecil, seperti nol koma sekian. Untuk mencapai targetnya saja ia masih ragu, apalagi bisa melampauinya,” ucap Bambang.

Untuk meningkatkan target tersebut, Dispersip mulai berbenah. Saat ini Dispersip sedang mempersiapkan penambahan ruang layanan perpustakaan. Ruang itu seperti ruang layanan perpustakaan difabel dan gedung teater untuk memberikan layanan audio visual. Kedua anggaran tersebut berasal dari Perpusnas melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dan APBD. Selain dua bangunan tersebut, Dispersip juga berencana menambah gedung pelayanan perpustakaan di Kota Banjarbaru, tepatnya di komplek kantor pemerintahan provinsi. Tujuannya untuk menjangkau masyarakat yang ada di Banjarbaru.

“Nantinya gedung ini akan akan menjadi role model Banjarbaru, karena Banjarbaru itu kota pendidikan, dan sekarang banyak universitas yang mengarah ke Banjarbaru. Karena di sana juga berbatasan langsung dengan daerah penyangga dan IKN (Ibu Kota Negara) tentu menjadi sasaran Dispersip untuk mengembangkan literasi di Prov Kalsel,” jelas Ramadhan, Kadispersip Kalsel.

Selain untuk menyasar penduduk, perpustakaan baru bertujuan untuk menggenjot minat baca. Pasalnya, meski IPLM tinggi, nilai Tingkat Kegemaran Membaca (TGM) Prov Kalsel masih sangat rendah. Hasil perhitungan TGM Prov Kalsel menunjukkan nilai 55,80 atau peringkat kedelapan belas di antara seluruh provinsi di Indonesia. Adapun ketiga indikator utama yang menjadi penilaian TGM adalah Tingkat Frekuensi Membaca (TFM). TFM dihitung berdasarkan jumlah aktivitas membaca per minggu. Kemudian Tingkat Durasi Membaca (TDM). TDM dilihat dari berapa lama waktu aktivitas membaca per hari, dan selanjutnya Total Jumlah Buku Dibaca (TJB) yang dihitung jumlah buku yang telah diselesaikan per 3 bulan.

Terkait rendahnya nilai TGM, Nurliani Dardie (Nunung) Kepala Dispersip Kalsel tidak menampik. Menurutnya, hasil TGM tidak bisa dilihat langsung. Berbeda dengan IPLM yang indikatornya lebih mengarah kepada infrastruktur. TGM menurut Nunung baru bisa dilihat hasilnya setelah beberapa tahun yang akan datang. “Aku yakin dengan upaya yang gencar kami lakukan dan melibatkan semua pihak, Insya Allah hasilnya generasi emas di tahun mendatang dapat terwujud,” jelas Nunung.

Saat ini Nunung menganggap dirinya hanya fokus bekerja. Penghargaan bukan hal yang paling diharapkan. Ada pun penghargaan itu hanyalah bonus yang diberikan. Fokus tersebut salah satunya adalah dengan giat melakukan pembinaan kepada dinas perpustakaan yang ada di kabupaten/kota. Nunung tidak segan turun langsung ke beberapa kabupaten/kota menyebarkan minat baca. Ia juga membimbing langsung beberapa daerah binaan termasuk Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU). Beberapa waktu lalu, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) mendapat penghargaan Nugra Jasadarma Pustaloka dari Perpusnas, sebagai daerah yang peduli terhadap literasi di daerah.

Prestasi Nunung mengangkat Kalsel dalam bidang literasi tidak membuatnya merasa hebat. Ia dan timnya siap membantu dan mengarahkan seluruh Dispersip kabupaten/kota agar bisa mengikuti jejak Dispersip Prov Kalsel. Sejauh ini menurut Nunung belum banyak kabupaten/kota di Prov Kalsel yang sejalan dan searah dengan Dispersip Kalsel. Ia juga selalu memberikan arahan dan cara mengelola perpustakaan agar bisa eksis di daerah. “Mereka selalu bertanya bagaimana pengelolaan yang saya lakukan. Saya sarankan beberapa strategi, tetapi banyak yang tidak mau. Saya tidak mengajari bagaimana cara ikan berenang. Saya cuma membagi pengalaman saya, saya tidak ada teori, tapi saya bicara foto dan bukti,” tegas Nunung.

Sejauh ini baru Kota Amuntai, Hulu Sungai Utara dan Kota Tanjung, Kabupaten Tabalong yang menurutnya menerima sarannya. Nunung membuktikan, salah satu daerah yang dibina langsung oleh Dispersip Kalsel mendapat pernghargaan nasional sebagai daerah yang berhasil mengembangkan literasi. Daerah tersebut adalah Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU). Nunung merasa senang apabila ada Dispersip yang mau ia provokatori untuk maju. Namun, ia tidak merasa kecewa apabila ada Dispersip yang tidak mau mengikuti sarannya.

Dari apa yang dicandrakan di atas, keberhasilan pembangunan literasi Kalsel bisa menjadi perhatian semua Dispersip di daerah. Namun keberhasilan tersebut membutuhkan keberanian lebih. Selanjutnya kebijakan literasi di daerah perlu didukung oleh pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri. Menurut Nunung sejauh ini Kemendagri belum tegas terhadap pemerintah daerah. Belum ada penghargaan atau teguran kepada pemerintah daerah baik provinsi atau kabupaten/kota yang tidak memenuhi kewajiban penganggaran urusan perpustakaan di daerah. Padahal, kewajiban tersebut sudah diatur dalam beberapa regulasi.

Menengok sedikit ke belakang, keberhasilan pengembangan literasi di Kalsel, bisa terwujud karena adanya penghargaan yang didapatkan. Ini merupakan salah satu upaya mendukung dan memberi semangat daerah dalam menjalankan tupoksinya. Innovative Government Award (IGA) merupakan penghargaan yang diberikan oleh Kementerian Dalam Negeri kepada daerah atas inovasi yang telah meraka ciptakan. Sama halnya dengan IGA, penghargaan lain terkait tupoksi SKPD utamanya Dispersip perlu dilakukan, namun dengan sistem yang berbeda.

Jika IGA dilakukan dengan mendaftarkan inovasi yang telah diciptakan, penilaian tupoksi SKPD, dilakukan dengan melihat langsung kenerja mereka, tanpa harus mengisi form atau berkas-berkas. Sehingga dari situ bisa dilihat,secara real SKPD mana yang berhasil. Sebaliknya, untuk daerah yang kinerja tupoksinya rendah, diberi sanksi tegas. Seluruh prestasi, inovasi, dan strategi telah diungkapkan Dispersip Prov Kalsel. Bahkan mereka siap memberikan saran dan masukkan bagi Dispersip lain yang ingin menyusul keberhasilan itu.

Setelah melihat kiprah Dispersip Prov Kalsel, pendekatan dan koordinasi secara eksternal Dispersip ke seluruh stakeholder, public figure, dan media massa menjadi daya tarik Dispersip bisa dikenal secara luas. Di sisi lain Dispersip juga perlu memaksimalkan koordinasi internal, untuk memperbaiki layanan dan sarana prasarana. Masih banyak pekerjaan rumah yang menanti Dispersip Kalsel untuk segera diatasi. Hal yang paling sederhana adalah dengan melengkapi alat-alat pendukung perpustakaan.  Misalnya, keberadaan RFID (Radio Frequency Identification) yang merupakan gerbang keamanan perpustakaan.

Sebagai perpustakaan yang memiliki jumlah koleksi terbanyak, belum lagi wacana Dispersip tahun ini akan menambah koleksi buku tercetak sebanyak Rp 3 miliar. Tentu membutuhkan sistem pengamanan untuk menjaga koleksi itu. Sama halnya di Perpustakaan Tendean, sistem pelayanan peminjaman masih secara manual. Belum menggunakan barcode scanner. Ini perlu diperhatikan, sebab merupakan bagian pelayanan kepada pemustaka.

Selanjutnya, mengenai tenaga kontrak Dispersip Prov Kalsel. Alangkah baiknya jika melihat sistem perekrutan dan formasi kebutuhannya. Perekrutan tenaga kontrak yang sebelumnya tertutup, seharusnya bisa dilakukan secara terbuka dan transparan. Hal ini dimaksudkan agar mereka bisa bersaing, dan yang terpilih adalah orang terbaik yang telah berpengalaman di bidangnya. Jika tidak demikian, maka mereka akan membutuhkan waktu belajar lagi untuk mengusai pekerjaannya. Sehingga akan menghambat pekerjaan. Selain perekrutan tenaga kontrak yang perlu diperbaiki, pembinaan pegawai di lingkungan Dispersip juga perlu dilakukan. Memiliki ASN yang tidak banyak, serta sebagian dari mereka sudah berumur. Maka perlu adanya penyegaran pegawai, bisa melalui rekruitmen CPNS ataupun PPPK. Ini penting dilakukan, sebab di dalam dunia pemerintahan, tidak ada yang tahu sampai kapan seseorang bekerja dan mengabdi di sebuah instansi tertentu. Bisa saja dipindahkan ke instansi lain. Maka dari itu regenerasi perlu dilakukan, sebagai upaya mempertahankan dan meningkatkan kualitas yang telah dibangun.

Menggelorakan literasi memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu dukungan, dorongan, dan semangat untuk melawan tekanan dan resistensi yang muncul. Dari Nunung dan Dispersip Kalsel kita bisa belajar semangatnya membangun literasi. Kini Kalsel tinggal melanjutkan apa yang telah mereka tanam di atas kertas, sehingga “Mewujudkan Kalimantan Selatan yang Mandiri dan Terdepan (MAPAN)” tidak sekadar visi.


0 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *