إِنَّ ٱلَّذِينَ جَآءُو بِٱلْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنكُمْ ۚ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَّكُم ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ لِكُلِّ ٱمْرِئٍ مِّنْهُم مَّا ٱكْتَسَبَ مِنَ ٱلْإِثْمِ ۚ وَٱلَّذِى تَوَلَّىٰ كِبْرَهُۥ مِنْهُمْ لَهُۥ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar” (Surat An Nur ayat 11)

Gerakan literasi digital di masa pandemi Covid-19 adalah gerakan literasi yang ditujukan kepada digital individu, digital keluarga dan literasi digital masyarakat. Gerakan literasi ini berkaitan dengan kemampuan penggunaan digital teknologi agar pengguna bisa mengggunakan digital Informasi dengan cara yang tepat.

Gerakan literasi dimasa pandemi bertujuan agar semua pihak lebih bijak dalam menggunakan teknologi, mampu berpikir kritis, kreatif, dan positif dan menciptakan komunikasi yang positif. Pengertian literasi digital dikutip dari buku Peran Literasi Digital di Masa Pandemik (2021) karya Devri Suherdi, literasi digital merupakan pengetahuan serta kecakapan pengguna dalam memanfaatkan media digital, seperti alat komunikasi, jaringan internet dan lain sebagainya. Kecakapan pengguna dalam literasi digital mencakup kemampuan untuk menemukan, mengerjakan, mengevaluasi, menggunakan, membuat serta memanfaatkannya dengan bijak, cerdas, cermat serta tepat sesuai kegunaannya.

Menurut Yudha Pradana dalam Atribusi Kewargaan Digital dalam Literasi Digital (2018), literasi digital memiliki empat prinsip dasar, yaitu: pertama pemahaman, artinya masyarakat memiliki kemampuan untuk memahami informasi yang diberikan media, baik secara implisit ataupun eksplisit.

Kedua, saling ketergantungan artinya antara media yang satu dengan lainnya saling bergantung dan berhubungan. Media yang ada harus saling berdampingan serta melengkapi antara satu sama lain. Ketiga faktor sosial artinya media saling berbagi pesan atau informasi kepada masyrakat. Karena keberhasilan jangka panjang media ditentukan oleh pembagi serta penerima informasi.

Keempat kurasi artinya masyarakat memiliki kemampuan untuk mengakses, memahami serta menyimpan informasi untuk dibaca di lain hari. Kurasi juga termasuk kemampuan bekerja sama untuk mencari, mengumpulkan serta mengorganisasi informasi yang dinilai berguna. [i]

Konteks masa pandemi
Saat ini, internet sudah menjadi kebutuhan setiap orang, baik anak kecil, orang dewasa hingga orang tua. Internet sudah menjadi bagian dari kehidupan bagi sebagian besar penduduk dunia termasuk Idonesia. Berdasarkan data internetworldstats, pengguna internet Indonesia mencapai 212,35 juta jiwa pada Maret 2021.

Total jumlah penduduk Indonesia sendiri saat ini adalah 274,9 juta jiwa. Ini artinya, penetrasi internet di Indonesia sampai Maret 2021 mencapai lebih dari 77,2 persen. Indonesia berada di urutan ketiga dengan pengguna internet terbanyak di Asia. Angka ini dibawah Tiongkok dengan pengguna internet mencapai 989,08 juta jiwa dan India dengan pengguna internet 755,82 juta jiwa.

Dengan fakta ini membuat banyak sekali Informasi berseliweran di negara kita. Dalam masa pandemi arus Informasi sedemikian cepat. Kondisi masyarakat yang tengah beradaptasi dalam menangani krisis menimbulkan benyak kepanikan dan dimasa ini banyak masyarakat yang mudah percaya dengan hoaks dan misinformasi tentang Informasi Covid-19.

Ada perubahan atau pergeseran konfigurasi pemanfaatan atau penggunaan internet. Sebelumnya konfigurasi pemanfaatan internet itu berada di kantor. kampus, sekolah dan tempat publik. Namun, saat ini konfigurasi penggunaan internet bergeser ke perumahan, tempat tinggal, dan pemukiman. Hal ini meruapakan konsekuensi dari pelaksanaan bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah di rumah. Kementerian Kominfo bahkan mencatat adanya peningkatan traffic penggunaan internet pada akhir bulan Ramadan 2021 dan puncaknya di Idul Fitri 2021 karena PSBB mengalami kenaikan 40 persen.

Berdasarkan hasil survei dari Cluster Innovation and Governance (CIGO) Universitas Indonesia kepada 772 responden di DKI Jakarta pada September lalu, 21 persen dari mereka percaya bahwa Covid-19 merupakan rekayasa elite global. Dari data ini kita bisa mendapatkan jawaban mengapa usaha pemerintah dan banyak pihak sulit menangani pandemi dengan efektif, bahkan dalam vaksin banyak sekali masyarakat yang tidak mau divaksin karena mengangap bahwa pandemi ini adalah rekayasa elite global. Ada banyak berita hoax diantaranya adalah[ii] :
• Virus tersebar akibat kebocoran laboratorium di Wuhan, Virus corona menginfeksi antarhewan, tetapi karena hewan liar dikonsumsi oleh manusia menyebabkan virus berada dalam tubuh manusia dan mengadakan mutase
• Berendam air panas uap panas dari pengering tangan dapat membunuh virus Covid. Virus akan mati pada suhu 90 derajat
• Mengkonsumsi bawang putih dapat mencegah penularan Covid-19, yang benar mengonsumsi bawang putih bisa meningkatkan kekebalan tubuh
• Daerah yang panas atau daerah bersalju dapat membunuh virus Covid-19, ini tidak benar karena baik di daerah panas atau daerah bersalju terdapat wabah virus Corona.

Dengan melihat betapa pentingnya literasi digital, maka diperlukan berbagai upaya untuk meningkatkan kapasitas dan penguatan kebijakan. Hal – hal yang harus diperkuat untuk peningkatan kapasitas di antaranya adalah :[iii]

Pertama, pemahaman paradigma literasi tidak hanya membaca dan bahan bacaan bukan hanya manual, melainkan juga digital. Literasi tidak sekadar membaca dan menulis, namun juga keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan berbentuk cetak, visual, digital, dan auditori.

Kedua, pemenuhan akses internet di semua wilayah. Meski di ini kita berada di “benua maya”, namun masih banyak wilayah di Indonesia yang belum bisa mengakses Internet. Dengan menyediakan akses Internet, maka literasi digital akan semakin mudah. Suatu tempat yang tidak ada perpustakaannya juga bisa diganti e-library.

Ketiga, implementasi konsep literasi di semua lembaga pendidikan. Kemendikbud (2017:2) merumuskan gerakan literasi secara komprehensif. Yaitu literasi dasar (basic literacy), literasi perpustakaan (library literacy), literasi media (media literacy), literasi teknologi (technology literacy) dan literasi visual (visual literacy). Selama ini, yang mendapat akses pengetahuan literasi hanya pelajar, mahasiswa, guru, dosen, petugas perpustakaan dan lainnya. Maka gerakan literasi yang digagas Kemendikbud harus didukung. Mulai dari gerakan literasi dalam keluarga, sekolah dan gerakan literasi nasional.

Keempat, menumbuhkan rasa cinta pada ilmu pengetahuan, kebenaran dan fakta. Hal itu tentu harus terwujud dalam kegiatan membaca yang diimbangi validasi, baik membaca digital maupun manual.

Kelima, masyarakat harus mengubah gaya hidupnya yang berawal dari budaya lisan, menjadi budaya baca. Rata-rata masyarakat tidak membaca karena faktor kesibukan mencari nafkah, tidak suka membaca, dan tidak adanya bahan bacaan. Dengan demikian, literasi digital telah adalah sebuah keniscayaan yang harus kita dukung demi menjaga keselamatan umat.

Referensi:
[i] Literasi Digital: Pengertian, Prinsip, Manfaat, Tantangan oleh Vanya Karunia Mulia Putri
[ii] 23 Berita Hoax Seputar Covid-19 dan Penjelasan Pakar Pulmonologi UGM, Mahar Prastiwi
[iii] https://literasidigital.id/langkah-literasi-digital

0 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *