Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi DKI Jakarta :

Kendala Peningkatan

Gemar Membaca Ibu Kota Negara

Seiring dengan perubahan zaman, fungsi literasi tidak lagi berfokus pada upaya pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Literasi saat ini bertujuan mendorong kedalaman pengetahuan seseorang terhadap suatu subjek ilmu pengetahuan. Pada dasarnya literasi dapat diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis. Begitu juga dengan fungsi Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Provinsi DKI Jakarta saat ini yang terus mengupayakan peningkatan literasi dan minat baca di masyarakat DKI Jakarta. Selain ketersediaan sumber daya manusia, pandemi covid-19 menjadi alasan kendala peningkatan gemar membaca DKI Jakarta. Beberapa program kegiatan pun terpaksa harus dihentikan. Sementara Dispusip dituntut meningkatkan indeks literasi ibu kota negara untuk mengejar ketertinggal dengan negara lainnya.

­­_____________________________________________________________

Beberapa waktu lalu, Tim jelajah literasi mengunjungi Kantor Dispusip Jakarta. Kantor berwarna putih itu tampak rapi, berada di Jl. Perintis kemerdekaan, Pulogadung, Jakarta Timur. Susasana perkantoran jauh dari suara bising kendaraan. Pasalnya, gedung perkantoran jauh dari jalan utama. Kantor Dispusip juga terkesan nyaman, sesuai dengan visi mereka modern, responsif, dan professional. Saat ini, Dispusip membina 2 Perpustakaan Umum. Kedua perpustakaan tersebut adalah perpustakaan daerah yang berada di Komplek Taman Ismail Marzuki, dan Perpustakaan daerah yang berada di Jl. HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta. Selain itu juga, Dispusip membina 1 Pusat Dokumentasi Sastra HB Jasssin, dan 5 Suku Dinas yang tersebar di setiap kotamadya. Selain beberapa perpustakaan binaan, Dispusip DKI juga membina semua perpustakaan yang berada di setiap OPD hingga perpustakaan di setiap kecamatan/kelurahan, serta ratusan titik baca yang tersebar di fasilitas publik di seluruh wilayah DKI Jakarta.

Banyaknya perpustakaan dan lembaga binaan tersebut, menurut Wahyu Prabowo, Sekretaris Dispusip DKI Jakarta, tidak lain demi mewujudkan budaya membaca masyarakat Jakarta, sebagaimana salah satu misi Dispusip DKI Jakarta yaitu mewujudkan budaya baca masyarakat DKI. “Kami terus berusaha untuk mengembangkan layanan perpustakaan menjadi sesuatu yang baik. Dengan pihak-pihak yang ada di masyarakat baik kelurahan maupun kecamatan untuk tetap meningkatkan minat baca di DKI Jakarta,” katanya.

Sumber Daya Manusia

Kemudian untuk mendukung misi tersebut, Dispusip didukung oleh 16 orang fungsional pustakawan. Namun menurut Bambang Chaidir, Pustakawan Dispusip DKI, dari 16 pustakawan, hanya 1 orang yang memiliki latar belakang pendidikan perpustakaan. Sisanya adalah hasil dari inpassing atau penyetaraan jabatan. Bambang menambahkan, dari ke-16 pustakawan tersebut, hanya 6 orang pustakawan yang bertugas di dua perpustakaan provinsi yang dikelola langsung oleh Dispusip. Sisanya disebar ke masing-masing Suku Dinas Perpustakaan dan Arsip di masing-masing kotamadya. Menurut Bambang, jumlah pustakawan yang hanya berjumlah 16 tersebut, untuk ukuran DKI Jakarta masih sangat kurang. “Sebenarnya 16 fungsional untuk DKI Jakarta masih dikatakan kurang. Pasalnya, menurut analisis jabatan yang pernah dilakukan oleh Dispusip, idealnya Dispus DKI Jakarta memiliki 80 orang pustakawan,” ucapnya.

Bambang mengakui, kekurangan tenaga pustakawan merupakan salah satu kendala bagi pengembangan literasi pada masa mendatang. Laporan Kinerja dan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur DKI Jakarta 2020 menunjukkan Provinsi DKI Jakarta berpenduduk sebesar 10,56 juta jiwa. Dengan begitu, banyaknya peduduk Jakarta tidak sebanding dengan ketercukupan tenaga perpustakaan yang hanya berjumlah 16 orang pustakawan. Ditambah lagi pustawakan yang memiliki background ilmu perpustakaan dapat dihitung jari. Kondisi tersebut tidak ideal menurut metodologi pengukuran Indeks Pembangunan Literasi yang dilakukan Perpusnas. Idealnya 1 orang pustakawan berbanding 2500 orang penduduk.

Anggaran besar tidak maksimal

Dari sisi anggaran, pengembangan literasi di DKI Jakarta didukung oleh anggaran yang besar. Meski rasio anggaran DKI hanya mencapai 0,18% dari APBD. Pada 2020 DKI Jakarta mengalokasikan sebesar Rp 152,8 miliar untuk urusan perpustakaan dan arsip, termasuk belanja langsung dan tidak langsung. Ada pun anggaran perpustakaan sendiri Rp 32.9 miliar, belum termasuk dana dekonsentrasi yang berasal dari Perpusnas sebesar Rp 304,6 juta. Ina Marliana Kasubbid Pendidikan, Kebudayaan, Perpustakaan dan Kearsipan Bappeda DKI Jakarta mengatakan, Bappeda hanya memenuhi anggaran operasional untuk beberapa kegiatan yang bersifat fisik. Beberapa kegiatan seperti gebyar pemilihan Abang None Baca terpaksa tidak bisa dilakukan. Pasalnya, selain karena pandemi covid-19, juga terjadi refocusing anggaran. “Yang terlaksana hanya kegiatan yang bersifat online. Jadi anggaran 2020 otomatis hanya untuk operasional kantor seperti pemeliharaan, listrik, dan lain-lain. Kegiatan yang lain hampir tidak terlaksana,” papar Ira.

Urip Raharto Kasubbag Perencanaan dan Anggaran, Keuangan Dispusip DKI Jakarta juga membenarkan, refocusing 2020 terjadi begitu massif. Penggunaan APBD pun lebih diarahkan kepada program kegiatan pelayanan dan pengelolaan perpustakaan. Ada pun dana dekonsentrasi dari Perpusnas diarahkan pada kegiatan yang sifatnya apresiasi atau perlombaan seperti seperti lomba pengolahan perpustakaan SMA/SMK, Abang None Buku, dan pustakawan berprestasi. Tetapi untuk kasus DKI Jakarta, penggunaan dana dekonsentrasi mengalami kendala.

Menurut Suryanto Kepala Bidang Pengembangan Perpustakaan dan Pembudayaan Kegemaran Membaca, terdapat beberapa kendala dalam pengelolaan dana dekonsentrasi yaitu pelaporan yang harus mengacu pola pelaporan APBN. Bendahara pengelola dana dekonsentrasi harus memiliki sertifikat kualifikasi pengelolaan APBN. Sayangnya, saat ini belum ada sumber daya manusia yang telah lulus sertifikasi tersebut. Hal itu yang menyebabkan Dispusip DKI Jakarta belum memiliki bendahara pengelola dana dekonsentrasi yang sesuai kualifikasi tersebut. Kendala lain juga terdapat pada sistem pelaporan dana dekonsentrasi yang menggunakan 4 aplikasi. “Karena belum adanya bimbingan teknis penggunaan aplikasai tersebut, tidak ada pegawai yang memiliki kualifikasi dan paham, sehingga dalam mengelola dan melaporkan penggunaan dana dekonsentrasi, Dispusip DKI Jakarta dibantu oleh Perpusnas,” ungkap Suryanto.

Dukungan teknologi

Di sisi lain, pengembangan literasi di DKI Jakarta sudah didukung oleh berbagai teknologi digital sebagal penunjang kinerja perpustakaan. Misalnya, selain memiliki website yang bagus, perpustakaan sudah dilengkapi inlislite yang digunakan sebagai tempat penelusuran katalog secara daring. Kemudian terdapat aplikasi iJakarta untuk layanan baca bahan bacaan elektronik. Teknologi lainnya, Dispusip juga memiliki Sistem Informasi Aplikasi Perpustakaan Jakarta (SIAPJAK), yaitu sistem informasi terintegrasi yang digunakan untuk pendaftaran dan pembinaan perpustakaan di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Untuk meningkatkan gemar membaca di masyarakat, sebelum adanya pandemi covid-19, Dispusip DKI Jakarta mendirikan stand baca atau lapak baca di event car free day (CFD) setiap akhir pekan. Dispusip juga mengaktifkan perpustakaan keliling ke berbagai sudut kota. Namun, Suryanto menyayangkan, karena adanya pandemi covid-19, kegiatan tersebut terpaksa dihentikan. Untuk menyiasati hal itu, menurutnya, Dispusip tidak kehabisan cara. Mereka bekerja sama dengan tokoh masyarakat maupun komunitas pegiat literasi. Dispusip juga melibatkan ibu rumah tangga yang tergabung dalam organisasi Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) melalui program IKRA (Inisiatif Keluarga Ringkas Aksara).

“Program tersebut dilakukan dengan mendata kebutuhan bahan bacaan yang ada di lingkungan masyarakat, kemudian diakomodasi oleh Dispusip melalui bidang Deposit Pengelolaan Koleksi dan Layanan Perpustakaan. Begitu juga dengan kerja sama yang tidak hanya dengan masyarakat setempat tetapi juga dengan perusahaan melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR). Salah satu mitra yang bekerja sama dengan Dispusip DKI Jakarta yaitu PT. Pustaka Utama,” ucap Suryanto.

Selain beberapa kegiatan di atas, untuk mendorong masyarakat gemar membaca, Dispusip memiliki target peningkatan literasi baca di kalangan anak-anak. Hal tersebut adalah tantangan utama yang diminta langsung oleh Gubernur Anies Baswedan. Untuk menjawab tantangan tesebut, Dispusip DKI memiliki program “#BACAJAKARTA”, yaitu tantangan 30 hari membaca yang dikhususkan bagi anak usia 7 s.d 12 tahun. Nantinya, setiap anak yang menerima tantangan tersebut, berlomba meresum buku yang mereka baca. Pemenangnya akan diberikan apresiasi dan bisa bertemu langsung dengan Gubernur DKI Jakarta. Namun, karena covid-19, pelaksanaan tantangan Baca Jakarta dinyatakan ditunda.

Ciri khas DKI Jakarta

Pengembangan literasi DKI Jakarta juga memiliki ciri khas. Salah satu yang unik adalah Dispusip DKI memiliki tugas baru yaitu mengelola khasanah kesusastraan Pusat Dokumen Sastra (PDS) HB Jassin sejak 2018. Pada 2018 Pemprov DKI Jakarta menandatangani pelimpahan Pusat Dokumen Sastra (PDS) HB Jassin yang kemudian dikelola Dispusip DKI Jakarta. PDS HB Jassin bermula dari koleksi dokumentasi sastra yang dihimpun oleh Hans Bague Jassin pada 1933, yang tercetus karena hobi Bapak Jassin dalam mengumpulkan karya sastra.

H.B Jassin terletak di komplek Taman Ismail Marzuki-Cikini. Mengelola koleksi yang terdiri dari buku fiksi – non fiksi, naskah asli para sastrawan, naskah drama, biografi, rekaman suara, video, dan foto-foto pengarang. PDS HB Jassin didorong menjadi pusat dokumentasi sastra tingkat regional hingga tingkat dunia yang dapat digunakan sebagai rujukan mahasiswa ataupun peneliti sastra dalam mencari informasi terkait kesusastraan. Jumlah Koleksi yang tercatat di PDS H.B Jassin saat ini sebanyak 134.177 judul, 165.214 eksemplar.

Dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LKIP) Dispusip DKI Jakarta, anggaran untuk penyelenggaraan layanan PDS H.B Jassin berjumlah Rp 1,7 miliar. Kegiatan tersebut masuk dalam program pelayanan dan pengembangan perpustakaan sebesar Rp 34,9 miliar. Ada pun dari Rp 1,7 miliar tersebut hanya terealisasi sekira Rp 817 juta. Kemudian pada 2019, Dispusip DKI Jakarta menambah koleksi buku sastra sebesar Rp 200 juta. Kemudian Dispusip DKI Jakarta juga melakukan pengadaan satu unit alat alihmedia untuk mendigitalisasi koleksi-koleksi PDS HB Jassin. Pengadaan alat tersebut bertujuan untuk mengalihmediakan koleksi atau arsip statis di PDS HB Jassin dari bentuk kertas menjadi bentuk digital dengan cara dipotret. Untuk pengadaan alat alihmedia tersebut Dispusip DKI Jakarta menganggarkan sebesar Rp 500 juta.

Menghitung indeks mandiri

Jika melihat berbagai program yang diagagas Pemda DKI dalam pengembangan literasi, sudah cukup inovatif. DKI Jakarta juga memiliki Indeks Kegemaran Membaca (IKM) dan Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) yang bisa dibilang tinggi jika dibanding provonsi lain di Indonesia bahkan di Pulau Jawa. Namun faktanya sejauh ini IKM dan IPLM DKI masih di bawah beberapa daerah seperti DIY dan Kalimantan Timur. Misalnya, IKM DKI berada pada angka 60,84, lebih rendah dari DIY. Begitu juga dengan IPLM yang lebih rendah dari Kalimantan Selantan, Gorontalo dan Kepulauan Riau. DKI Jakarta hanya memiliki skor 18,01, sementara Kalimantan Selatan memiliki nilai 48,70. Kesimpulan lainnya adalah IKM DKI Jakarta tidak berbanding lurus dengan IPLM.

Namun terkait hal tersebut, pihak Dispusip DKI Jakarata menyangkal. Suryanto mengatakan, angka kegemaran membaca DKI berada pada angka 71,39. Angka tersebut mendekati target IKM nasional 2024 yang ditargetkan pada angka 77. Suryanto justru mempertanyakan metode penghitungan yang dilakukan oleh Perpusnas. “Kami tidak tahu pasti bagaimana Perpusnas melakukan perhitungan tersebut sehingga muncul angka IKM itu, apakah Perpusnas hanya menghitung berdasarkan koleksi buku sedangkan non buku tidak dihitung. Tetapi yang pasti, perbedaan hasil IKM antara Perpusnas dan Dispusip DKI adalah cara perhitungan IKM, Perpusnas hanya mengambil 3 sampel wilayah dari 5 wilayah yang ada di DKI Jakarta. Ketiga sampel itu yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Sampel tersebut dipilih sendiri oleh Perpusnas tanpa diketahui oleh Dispusip apa yang menjadi dasar pemilihan ketiga wilayah itu,” jelas Suryanto.

Dispusip DKI Jakarta mengklaim bahwa hasil perhitungan IKM mereka lebih akurat. Sebab perhitungan IKM dilakukan di seluruh wilayah DKI Jakarta dan menggunakan seluruh bahan bacaan, baik buku maupun non buku seperti koran harian dan sebagainya. Dari hasil itu mereka yakin bisa mengetahui bagaimana IKM di setiap wilayahnya.

Keyakinan tersebut wajar. Pasalnya, DKI memiliki banyak program dan didukung dengan anggaran yang besar dalam membangun literasi. Namun, sebagai wilayah vital ibu kota negara, yang menjadi patokan dunia dalam menentukan budaya literasi nasional, DKI masih perlu meningkatkan berbagai program menarik dan inovatif lainnya seperti misalnya mendayagunakan sosial media sebagai media ajakan membaca atau memberikan edukasi kepada masyarakat DKI Jakarta. Selain itu, pemenuhan SDM perpustakaan yang berkompeten, ketercukupan koleksi harus pula diperhatikan untuk meningkatkan IPLM.

Program dan penganggaran literasi di DKI Jakarta memang sudah jauh lebih maju jika dibanding dengan beberapa daerah lain. Penggunaan teknologi digital sudah lebih baik diaplikasikan. Namun, sebagai ibu kota negara, Jakarta tidak boleh menyejajarkan diri dengan daerah di provinsi lain. Pasalnya, jika dibanding dengan Ibukota negara lain seperti Kuala Lumpur, Singapura dan beberapa kota di dunia, literasi Jakarta jauh tertinggal. Perpustakaan di negara-negara dengan budaya literasi tinggi tidak lagi berkutat pada isu kegemaran membaca atau penggunaan teknologi elibrary. Mereka berfokus pada isu yang lebih baru seperti penyedia data mentah yang siap diolah para pencari referensi.

Untuk itu, pada masa mendatang, Dispusip DKI harus memetakan program prioritas, agar penganggaran tidak sekadar menghabiskan uang yang besar. Program dalam mendukung kegemaran membaca masyarakat juga harus semakin digencarkan, tidak hanya pembelian buku tetapi lebih menyentuh ke hilir. Terutama program inovatif untuk menyokong kegemaran membaca di masa pandemi.

 


0 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *