Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital mengadakan webinar bertajuk “Melawan Provokasi di Dunia Digital dengan Bijak”, Selasa (16/11/2021). Webinar tersebut menghadirkan sejumlah narasumber, yakni peneliti Paramadina Public Policy Institute Septa Dinata, AS, MSi, praktisi pendidikan dan training Mathelda Christy, dosen Universitas Budi Luhur Jakarta Andrea Abdul Rahman Azzqy, Sekretaris Nur Iman Foundation Mlangi Yogyakarta Muhammad Mustafied, serta Putra Pariwisata 2008 Arya Purnama.
Sebagai pembicara pertama, Andrea mengatakan bahwa maraknya penyebaran berita provokatif dan hoaks di kalangan masyarakat telah menjadi masalah nasional. Sebab, hal ini berisiko menimbulkan perpecahan, instabilitas politik, dan gangguan keamanan yang berpotensi menghambat pembangunan nasional. Dalam sebuah survei, lanjutnya, sebanyak 88 persen responden menjawab bahwa provokasi adalah berita propaganda yang memang disengaja. Di sisi lain, survei yang dilakukan pada 2019-2020 menyimpulkan, responden yang memeriksa kebenaran berita heboh atau hoaks menurun dari 83,2 persen menjadi 69,3 persen. Hal ini membuktikan bahwa semakin banyak pihak yang berpotensi menjadi korban dari informasi hoaks. “Dalam dunia tanpa sekat ini, bayanganmu, tulisanmu, gambar, dan suara dapat tersebar ke seluruh pelosok dunia. Jadi, mohon diproses dahulu dengan akal serta nurani sebelum menyebarkan atau meneruskan informasi,” ujar Andrea dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (8/12/2021). Andrea juga mengingatkan masyarakat untuk tidak menambahkan tulisan, komentar, gambar, dan tautan. Selain itu, jangan juga sekadar mengirimkan kembali berita atau informasi yang janggal. Ia mengimbau masyarakat untuk selalu dalam keadaan waspada saat menerima berita. Menurutnya, sudah seharusnya masyarakat memilih dan menyaring informasi yang ada di ruang digital untuk menghindari provokasi. Menurutnya, banyak pengguna yang kurang cakap digital dan memahami apa yang terjadi. Maka dari itu, sebaiknya saring dulu sebelum sharing dan jangan asal melanjutkan informasi ke orang lain. “Kita sebagai pengguna media digital harus cakap dalam menggunakan teknologi. Tdak hanya cakap mengoperasikan perangkat, tetapi harus benar, baik, dan bijak dalam menggunakannya,” ujarnya. Ia pun mengingatkan masyarakat agar tidak mudah terprovokasi dengan informasi di dunia maya. Apalagi, sampai menggunakan media sosial untuk mengundang hal-hal yang berbau provokasi. Salah satu peserta webinar bernama Guslestari bertanya mengenai cara mengatasi provokasi yang dapat memecah belah bangsa. Muhammad Mustafied pun menjawab bahwa sebagai pengguna aktif media digital, seseorang harus melibatkan diri sebagai bagian dari upaya untuk melawan hoaks. “Kita harus aktif dalam menyebarkan informasi yang valid untuk melawan provokasi. Pemerintah juga harus merumuskan kerangka hukum digital yang memberikan efek jera agar tidak ada lagi yang terjebak menjadi korban atau pelaku,” katanya. Sebagai informasi, webinar tersebut merupakan rangkaian kegiatan literasi digital yang terbuka bagi semua orang yang ingin memahami dunia literasi digital. Penyelenggara membuka peluang kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada agenda webinar selanjutnya. Bagi yang ingin bergabung dan mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital dapat mengikuti akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Cegah Provokasi di Dunia Digital dengan Periksa Ulang Berita Hoaks yang Didapat”, Klik untuk baca: https://biz.kompas.com/read/2021/12/09/222337628/cegah-provokasi-di-dunia-digital-dengan-periksa-ulang-berita-hoaks-yang-didapat.
0 Comments