Text
Pengorganisasian Rakyat dan Hal-Hal yang Belum Selesai : belajar bersama arkomJogja
Buku ini terutama berisi tema-tema refleksi kegiatan dari tahapan rekonstruksi historis yang obyektif yakni: rakyat sebagai pelaku utama perubahan, kerja-kerja arsitektur sebagai sarana pengorganisasian, pendekatan pembangunan yang ‘dari-bawah’ (bottom-up) dan keberlansungan (masa depan) lembaga. Tema-tema refleksi menghantar ke tahapan subyektif, yaitu menggali, menjelaskan dan membuat eksplisit asumsi dan keyakinan-keyakinan di balik atau yang melatar-belakangi pilihan-pilihan intervensi dan strategi-strategi yang dipilih oleh ArkomJogja dalam kerja-kerjanya.rnrnTema-tema yang dapat dikatakan sebagai abstraksi dari kegiatan dan program konkret yang dilakukan oleh ArkomJogja. Tema-tema ini juga merupakan jembatan yang menghubungkan pengalaman Arkomjogja dengan pengalaman banyak orang dan organisasi lain yang terlibat dalam memikirkan dan mengerjakan perubahan/ transformasi sosial. ****rnrn“Buku ini sangat bermanfaat sebagai referensi terkini bagi pekerja sosial, terutama pegiat arsitek-perencana di Indonesia. Narasi di dalamnya adalah pergulatan eksistensial arsitek-perencana muda yang percaya pada proses menjadi fasilitator-organizer dengan cara belajar dan bekerja bersama komunitas. Pengalaman adalah guru terbaik; pengetahuan harus diuji bersama rakyat. Ketika dua hal itu dipercaya, di sanalah kita akan temukan jati diri, begitu pesan buku ini. Ibarat membangun Rumah Peradaban, Yuli dan kawan-kawan “arkomis” ini sedang merapikan fondasi karya para pendahulunya dengan etos kerja kreatif-inovatif.” M. Nawir, Pengorganisir Rakyat, Aktivis Kampung Kotarnrn“Buku ini mengajak kita untuk mengambil jarak dan becermin tentang aktivisme, pandangan hitam putih atas mereka yang diorganisir, serta jargon-jargon heroik yang menggelincirkan. Bagi saya, apa yang dikerjakan ArkomJogja sejatinya adalah cikal bakal spirit feminisme. Spirit feminisme sesungguhnya adalah menyuarakan suara yang terbungkam; mengembalikan kuasa dan daya kepada mereka yang terpinggirkan dan tertindas; membuka sekat hitam putih, teknis sosial, perempuan-laki. Semua ini dilakukan dengan cara yang dialogis dan tanpa kekerasan.” Intan Darmawati, Ahli Genderrnrn“ArkomJogja yang diawali oleh sekelompok kecil arsitek muda menapaki jalan takdirnya sebagai sesuatu yang sederhana dan biasa saja. Bekerja untuk dan bersama masyarakat—sesuatu yang sebenarnya sangatlah lumrah. Bahkan, ya, seharusnya begitu dalam kehidupan kolektif sebagai bagian dari bangsa dengan seabrek persoalan yang tumpang tindih karena sedang menggapai impian besarnya: Indonesia yang lebih baik. Mereka tidak larut-ciut dalam tekanan besar persoalan kehidupan, tapi sebaliknya, berani lantang menantang dan berpikir-berbuat dalam keberpihakan bersama masyarakat kecil yang sederhana, terpinggirkan, dan menderita. Tentu ini bukanlah jalan mudah dan mulus. Pengalaman yang tertuang dalam buku ini sungguh sangat bernilai dan inspiratif, juga perlu dikenalkan secara lebih luas.” Eko Prawoto, Arsitek
Tersedia | SJN00004123 | 307 SIN p | Perpustakaan Amir Machmud |
Tidak tersedia versi lain