Text
Siedjah : melintasi tapal batas kepicikan kolonial
Untunglah, ayahku si orang Kampen dan ibuku si orang Nijkerk, membuatku lahir di Amsterdam. âKami punya anak perempuan,â begitu sorak Klaas Bremen, guru muda di Kawasan De Pijp, Amsterdam. Dalam akte kelahiran dia memberiku nama Siebrigje. Tepatnya Siebrigje Bremer. Lahir 23 September 1899. Tentu aku tidak ingat sama sekali tentang itu. Walaupun nama depanku berbau Friesland, sebuah provinsi Belanda dekat Jerman, aku langsung merasa nyaman di Amsterdam. Waktu usiaku sekitar satu atau dua tahun, orang tuaku yang tersesat di Amsterdam, kembali ke Nijkerk, ke dunia Kristen ibuku. âKarunia Tuhan,â begitu kata mereka. Di Nijkerk, kota kecil di wilayah bible belt 1, ayahku menunggu pekerjaan bagus sebagai kepala sekolah dasar negeri. Dalam naungan tenang sekolah yang berpedoman pada Alkitab, di Nijkerk, aku belajar di sekolah dasar umum. Untungnya, saat-saat yang dulu dianggap indah, sudah lama berlalu. Guruku tidak lagi mengolok anak-anak nakal dengan kata-kata kasar. Guruku tidak lagi melempari anak-anak nakal dengan pechvogel, boneka dari kain. Kami tidak lagi dipukul dengan penggaris atau disebat dengan roe, ranting-ranting yang diikat menjadi satu seperti sapu lidi. Jika kami nakal atau berkata sesuatu yang tolol, leher kami pun tidak digantungi kertas dengan kalimat yang memalukan atau kertas yang menandai kami sebagai anak bodoh bak keledai. Meski begitu, aturan sekolah masih tetap keterlaluan seperti dulu. Anak-anak sekolah harus berseka, bersisir rapih, dan memakai baju bersih. Juga harus ramah dan sopan. Mereka harus menghafal bukubuku yang dipelajari di sekolah dan yang telah diajarkan oleh para guru. Dalam berbicara, mereka pun harus bersikap tenang dan sopan. Bagiorang tuaku, Amsterdam adalah kota para penyembah berhala, penuh batu, dingin, dan kejam. Ayahku adalah orang Kampen, kamu sudah tahu itu. Pekerjaannya yang pertama sebagai guru adalah di Kampen, daerah yang berdekatan dengan Nijkerk. Di sana ia berpapasan dengan seorang perempuan muda dari Nijkerk. Perempuan itu seorang Malga, dari kalangan penjual buku. Jadi sangat melek huruf. Cikal bakal orang Malga adalah seorang serdadu Spanyol dari Tentara Alva, seorang Jenderal Spanyol ternama, yang membelot, begitu kata orang. Dia datang dari Malaga, dari situlah muncul nama Malga. Garagara seorang perempuan petani Nijkerk, Si Spanyol tetap di situ. Hampir semua penduduk Nijkerk mengenal kisah ini. Kisah ini diceritakan kembali oleh penduduk Nijkerk pada saat minum kopi setelah khotbah hari Minggu. Jadi aku tidak sepenuhnya dibesarkan di Amsterdam. Tampaknya aku lebih mirip campuran Nijkerk-Gelderland dan Kampen-Overijssel. Tapi tidak gitu juga sih, aku tidak seperti itu. Pertama kita bicara dulu sedikit tentang keluargaku, Mengapa
Tersedia | SJN00004840 | 920 VIN s |
Tidak tersedia versi lain