Text
Wajah toleransi NU
Dalam Munas NU di Situbondo tahun 1984, ketika itu mencuat kembali keinginan untuk menerapkan syariat Islam dalam bernegara. NU justru menyatakan sikap menerima asas tunggal Pancasila-yang memuat lima prinsip hidup bernegara yaitu: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Semua sila tersebut menurut NU, patut diterapkan dalam kehidupan bernegara, karena sejalan dengan ajaran Islam -tanpa harus mendirikan negara Islam.
Prof. Dr. Said Aqiel Siradj, Ketua Umum PB NU
Dr Gustiana berhasil memposisikan peran sentral NU pada setiap fase perkembangan bangsa, sejak zaman pra-kemerdekaan. Kesalahpahaman orang luar terhadap makna toleransi yang dikembangkan NU yang seolah-olah merupakan kelemahan dan oportunistik, berhasil digambarkan dengan baik dan seimbang olehnya. Buku ini berhasil memberikan pelajaran kepada kita semua, bahwa toleransi yang telah dikembangkan | NU merupakan hal yang instrumental bagi perjalanan bangsa kita untuk selalu merasa perlu terus belajar.
Prof. Dr. Mohammad Nuh, DEA, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
Bangsa Indonesia sungguh beruntung karena sebagai negara Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki ormas yang juga terbesar di dunia yaitu NU. NU telah membuktikan dirinya menjadi jangkar negara kebangsaan Indonesia sehingga warga bangsa kita yang terdiri dari berbagai ikatan primordial, terutama dihuni oleh warga negara yang agamanya beraneka fagam, dapat hidup rukun dan saling menguatkan sebagai satu bangsa.
Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi RI
Penelitian tentang “sikap NU terhadap kebijakan pemerintas atas umat Islam yang dihasilkan oleh Gustiana Isya Marjani merupakan potret akademis yang sangat dapat dipertanggungjawabkan. Sebuah cermin sejarah NU yang bisa dijadikan sebagai alat introspeksi kelembagaan untuk mereformulasikan peran NU di masa mendatang.
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA., Wakil Menteri Agama RI
Tersedia | SJN00004905 | 297.65 PHI w |
Tidak tersedia versi lain