Text
Presiden non-muslim di negara muslim : (tinjauan dari perspektif politik Islam dan relevansinya dalam konteks Indonesia)
Tokoh dan ulama Islam menyikapi semua masalah kehidupan dengan dasar pertimbangan ketentuan agama yang tercantum di dalam Al-Qur-an dan hadis. Selain itu juga mengikuti pandangan ulama-ulama terdahulu yang terhimpun dalam banyak kitab. Dalam menyikapi masalah boleh tidaknya seorang non-Muslim menjadi presiden. di negara yang mayoritas penduduknya adalah Muslim, tentu dasar pertimbangannya adalah juga Al-Qur'an dan-hadis.
Para ulama berbeda pendapat mengenai boleh tidaknya seorang :non-Muslim menjadi presiden di negara mayoritas Muslim. Ada-yang mendukung atau menerima dan ada yang menolak (yang jumlahnya lebih banyak). Yang menolak antara lain adalah al Jashshash,.lbn Arabi, Ibn Katsir,-al-Zamakhsyari, Sayyid Quthb, al Mawardi, al-Juwaini ,al-Maududi; Hasan al-Banna.
Yang menerima adalah beberapa intelektual Muslim liberal yang tidak berlatarbelakang ilmu syari’ah dan menawarkan ‘ijtihad politik baru. Mereka antara lain adalah : 1) Mahmoud Muhammad Thaha,.seorang: insinyur asal Sudan; 2) Abdullah Ahmed al-Na’im; .seorang -ahli -hukum asal Sudan yang. merupakan murid dan juru bicara yang fasih bagi gagasan Mahmoud Muhammad Thaha; 3) Tharig al-Bishri, Seorang sejarawan asal Mesir: 4) Asghar Ali Engineer, insinyur asal India dan 5) Muhammad Sai'id al-Ashmawi, sarjana Mesir dan pegiat HAM.
Tersedia | SJN00005049 | 297.622 MUJ p |
Tidak tersedia versi lain