Teks
Mungkinkah cendekiawan Muslim mengulangi masa kejayaannya
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sering muncul pertanyaan dari masyarakat terhadap sinkronisasi antara nilai-nilai agama dengan pembangunan, sebab dalam pelaksanaannya sering terjadi adanya persimpangan jalan antara nilai keagamaan dengan pelaksanaan program pembangunan.
Di sinilah peran cendekiawan dalam mengembangkan penalaran terhadap keterkaitan antara agama dan kemajuan bangsa. Kebenaran dan keselamatan dalam kehidupan ini merupakan sesuatu yang didambakan oleh semua manusia, akibat perjalanan hidup yang dipenuhi dengan berbagai pengalaman pengembaraan. Dalam perjalanan kehidupan mengembara itu, manusia berupaya mencari arti-arti dari perjalanan itu. Sebab itulah, pada tahap awal evolusi keagamaan, sudah ada in nuce (inti) semua bentuk doktrin keilahian, entah yang berjenis gratia infusa (pelimpahan anugerah) maupun yang berjenis melodi keselamatan yang ketat lewat perbuatan baik.
Pada akhirnya, buku Mungkinkah Cendekiawan Muslim Mengulangi Masa Kejayaannya? berusaha menekankan bahwa agama dan pembangunan tak seharusnya ditempatkan pada posisi yang dikotomis. Sebab, agama pernah tampil dalam sejarah yang menjadi landasan etos kerja dalam membangun peradaban dunia, yaitu ketika agama bukan saja sesuai dengan penggunaan rasionalitas, melainkan juga menjadi kekuatan pendorong bagi peradaban yang menandakan lahirnya era kemajuan (‘ashr al tanwir). Maka, para
cendekiawan diharapkan dapat mengemban tugas sebagai penerus misi kenabian dan pendakwah, yang tidak hanya menjadi makhluk yang cerdas dan rasional (intelligent and rational being), tetapi juga menjadi makhluk rasional yang mampu mempersatukan dan mendermakan dirinya (rational being capable of communion and self-gift) untuk kebaikan dan kesejahteraan masyarakat.
Tersedia | SJN00006394 | 297.67 RID m | Perpustakaan Amir Machmud |
Tidak tersedia versi lain