Text
Dpr Offside: otokritik Parlemen Indonesia
Reformasi menjadi tonggak sejarah bagi pengukuhan kekuatan lembaga representasi rakyat dalam tatanan pemerintahan. Hancurnya rezim orde baru membawa pergeseran otoritas kekuasaan eksekutif kepada kekuasaan legislatif (Asshiddiqie, 2008). Hal ini dikukuhkan dengan amandemen UUD 1945, khususnya dalam sejumlah ketentuan yang mengatur tentang pelaksanaan fungsi lembaga kepresidenan. Peran DPR semakin menguat, tidak hanya dalam menjalankan fungsinya di bidang legislasi, tetapi juga meliputi fungsi anggaran dan juga fungsi pengawasan yang melekat secara institusional. Akibatnya, hampir seluruh eksekusi kegiatan pemerintahan yang menjadi tugas dan kewenangan presiden berada dibawah ‘pengampuan’. Artinya, pelaksanaan fungsi presiden dalam pemerintahan diharuskan berkonsultasi, meminta pertimbangan dan atau mendapat persetujuan dari DPR. Dalam khasanah keilmuwan, keadaaan ini bahkan di claim sebagai pemerintahan semi-parlementer atau sering disebut dengan istilah quasy presidensil (Asshiddiqie, 2008). Catatan sejarah yang selama ini meletakkan DPR sebagai legalisator kebijakan presiden mulai memasuki baris baru. Terminologi legislative-heavy pun menjadi populer dalam diskursus politik dan pemerintahan. rn rnPrinsipnya, penguatan suatu lembaga harus diiringi dengan peningkatan output yang konstruktif dalam mendukung pembangunan pemerintahan. Akan tetapi, hal tersebut tidak ditemukan dalam konteks penguatan DPR sebagai lembaga representasi rakyat di parlemen. Penguatan kewenangan ini justru berbanding terbalik dengan performa yang ditampilkan DPR. DPR dinilai masih mengutamakan kepentingan partainya ketimbang memperjuangkan nasib rakyat yang merupakan konstituennya (Romli, 2010). Distorsi pelaksanaan kewenangan DPR menjadi temuan penting yang berpengaruh pada tidak optimalnya capaian kerja DPR. Di bidang legislasi, DPR tidak mampu mencapai target yang ditetapkan oleh prolegnas (Nursyamsi, 2012). Selain itu, produk legislasi DPR secara kualitas diragukan konstitusionalitasnya sehingga tidak jarang dibatalkan atau diganti nomenklaturnya oleh Mahkamah Konstitusi.
Tersedia | SJN00002814 | 321.8 DES d | Perpustakaan Amir Machmud (300) |
Tidak tersedia versi lain