Text
Prahara Budaya
Apa yang sebenarnya berlangsung di bidang seni-budaya Indonesia pada tahun-tahun menjelang Gestapu? Perbenturan ideologi yang begitu gemuruh, ruwet dan panjang,melibatkan demikian banyak orang, organisasi dan peristiwa, makan waktu hampir sewindu lamanya (1959-1965), seperti telah tertutup kini oleh layar pembabakan pentas sejarah negeri kita. Yang tampak seakan hanya gerak bayang-bayang tumpang-tindih, tidak jelas sosok formatnya dan bagaimana urutan kejadiannya.rnrnPrahara Budaya disusun dan diantarkan kepada pembaca oleh dua orang aktivis budaya zaman tersebut, yaitu redaktur D.S. Moeljanto dan penyair Taufiq Ismail.rnInilah buku pertama mengenai tabrakan ideologi Marxisme-Leninisme dengan Pancasila di bidang seni-budaya, yang berbicara dengan kekayaan dokumentasi -yang seakan raib selama ini: esai, artikel, polemik, sajak, surat, guntingan berita, notulen rapat, pernyataan - yang disusun rapi sehingga pembaca dapatmengikuti kilas-balik secara berurutan. Pengantar sejarah D.S. Moeljanto dengan padat menyuguhkan kronologi peristiwa seni-budaya, dan catatan pergolakan batin Taufiq Islamil memaparkan nuansa-dalam seorang penyair muda yang sedangrnbertumbuh dalam sewindu adegan ingar-bingar tersebut.rnrnBagi pembaca yang mengalami zaman itu, Prahara Budaya mengingatkan kembali akan sikap partisan buta, trauma terompetisme slogan, dan kenyinyiran komandoisme.rnBagi pembaca muda, buku ini membukakan tabir sejarah pergolakan seni-budaya pada zaman Demokrasi Terpimpin yang belum tersingkap selama ini.rnrnApa dan bagaimana kiprah Lekra/PKI dan kawan-kawannya? Benarkah ada pemujaan pada Lenin dan fanatisme buta terhadap partai? Bagaimana Manifes Kebudayaan lahir? Bagaimana pembungkaman kreativitas dan fitnah kepada pengarang kubu lainrnberlangsung? Benarkah pelarangan dan pembakaran buku terjadi? Apa itu KKPI? Benarkah kelompok Lekra/PKI mengembangkan kebiasaan bercarut-marut sehingga ada tokoh Lekra yang menyebut lawannya dengan istilah iblis?rnrnPrahara Budaya menjawab pertanyaan-pertanyaan besar orang muda yang tak ikut menyaksikan hiruk-pikuk zaman itu --Fadli Zon, mahasiswa teladan UI 1994rnrn... sangat penting terutama bagi generasi pasca 1966rn--Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono, penyairrnrn... perlu disimak dan dipelajari secara kritis terutama oleh kaum mudarn--Prof. Dr. Andre Hardjana, esais.[]
Tersedia | SJN00002937 | 959.8 MOE p | Perpustakaan Amir Machmud (900) |
Tidak tersedia versi lain