Text
The great disruption : human nature and the reconstitution of social order
Futuris Francis Fukuyama bicara tentang kekacauan besar dalam keteraturan sosial dalam beberapa bab penjelasan di buku The Great Disruption ini. Di bab pertama, ia menjelaskan tentang aturan-aturan yang berlaku di dunia selama ini. Di masa setelah Era Industri, lebih dari setengah abad, Amerika Serikat dan negara-negara ekonomi maju telah memasuki fase yang disebut sebagai “era informasi“ atau juga bisa disebut “era postindustri”. Masa ini ditandai dengan peningkatan di bidang ekonomi yang menggantikan posisi manufaktur. Peran informasi dan pengetahuan bertambah tinggi seiring dengan meningkatnya teknologi tinggi yang menggantikan tenaga manusia. Produksi semakin mengglobal ditambah lagi teknologi informasi yang semakin murah memudahkan pertukaran informasi dan komunikasi secara luas.
Masyarakat mengasosiasikan era informasi ini dengan adanya kemajuan di bidang internet pada tahun ’90-an, tetapi sebenarnya dimulai sudah lama dari masa deindustrilisasi di Amerika yaitu sekitar tahun ’60-an sampai awal ’90-an juga ditandai dengan meningkatnya kondisi sosial di negara-negara industri. Tingkat kejahatan dan gangguan sosial mulai meningkat di kebanyakan negara ditambah lagi tingkat demografi di negara-negara Eropa yang semakin menurun dan tingkat kepercayaan masyarakat semakin berkurang kepada pemerintah.
Tren sosial yang terjadi dimana melemahnya ikatan sosial yang terjadi di negara-negara barat muncul di saat ekonomi di masyarakat tersebut bertransisi dari era industrial ke era informasi. Hipotesis dari buku ini bahwa kedua faktor tersebut saling berhubungan, di mana yang menghubungkan adalah tehnologi, ekonomi dan budaya.
Fukuyama menjelaskan mengapa keteraturan sosial penting pada masa depan domokrasi liberal. Salah satu tantangan terbesar di era informasi modern yang dihadapi oleh demokrasi saat ini adalah apakah mereka bisa menjaga norma–norma sosial yang ada dalam menghadapi perubahan tehnologi dari kurun waktu 70-an pada awal 90-an telah muncul demokrasi baru di Amerika Latin, Eropa, Asia dan negara-negara bekas komunis yang disebut oleh Samuel Huntinton sebagai gelombang ketiga (Third wave).
Pada kebanyakan negara-negara ekonomi maju banyak terjadi penyatuan antara institusi politik dan ekonomi selama beberapa waktu, dan diajukan sebagai acuan yang dilihat pada politik liberal dan institusi ekonomi. Negara liberal yang modern mengambil sikap bahwa dalam hal yang menyangkut masalah politik, pemerintah tidak akan mengambil sikap antara dua pihak yang berada dalam posisi yang berbeda yaitu. agama dan budaya tradisi. Gereja dan negara adalah dua hal yang berbeda sehingga akan tercipta opini yang plural.
Masyarakat telah menciptakan pemikiran-pemikiran individulistik di mana pemikiran ini berjalan dengan baik dan bersamaan datangnya abad 20 terdapat beberapa alternatif terhadap demokrasi leberal dan kapitalime pasar sebagai dasar prinsip organisasi dalam masyarakat modern. Penciptaan aturan-aturan dalam hukum merupakan salah satu hal yang paling membanggakan dalam peradaban barat. Walaupun hukum formal dan kekuatan institusi politik dan ekonomi bisa di bilang sangat berpengaruh tetapi bukan jaminan suksesnya manyarakat modern. Demokrasi liberal selalu tergantung kepada beberapa nilai-nilai budaya agar bisa bekerja dengan baik. Masalah yang banyak dihadapi oleh demokrasi modern adalah bahwa mereka tidak bisa megandalkan pre kondisi budaya mereka. Dalam institusi formalpun tidak ada jaminan masyarakat yang berada dibawah naungannya, akan terus menikmati nilai-nilai budaya dan norma dibawah tekanan teknologi ekonomi, dan perubahan sosial malahan kebalikanya individualisme dan toleransi yang dibangun menjadi sebuah institusi formal bisa mendorong keragaman budaya dan mempunyai pontensial untuk menggali dari nilai-nilai moral dari masa lalu.
Secara khusus, Fukuyama menjelaskan tentang modal sosial (social capital). Modal sosial didefinisikan sebagai sebuah perangkat nilai-nilai informal atau norma-norma yang diperuntukkan bagi anggota-anggota kelompok dalam sebuah lingkungan tertentu yang dianggap cukup kooperatif. Kepercayaan juga merupakan suatu hal yang membuat berjalannya sebuah kelompok atau organisasi menjadi lebih efisien. Semua masyarakat memiliki perbedaan kapasitas dalam modal sosial yang ditandai dengan tingkat kepercayaan yang terangkum dalam norma-norma kooperatif seperti kejujuran, timbal balik dan rasa memiliki masing-masing anggota dalam sebuah masyarakat. Keluarga adalah salah satu dari modal sosial yang paling penting dimana pun.
Modal sosial memiliki banyak keuntungan terutama di bidang ekonomi dimana menjadi sebuah kritikan untuk menciptakan masyarakat sipil yang sehat yang merupakan gabungan antara keluarga dan negara. Fakta bahwa modal sosial bisa digunakan untuk tujuan-tujuan yang merusak tidak menutup kenyataan bahwa secara umum modal sosial sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Tentang keluarga, Fukuyama menjelaskan bahwa di antara norma-norma sosial yang ada, yang paling diperhatikan adalah hal-hal yang berhubungan dengan reproduksi, keluarga dan hubungan antara jenis kelamin. Terdapat hubugan yang kuat antara keluarga dan modal sosial dimana keluarga merupakan hal yang paling mendasar dalam unit sosial. Teori modernisasi yang cukup populer dalam ilmu-ilmu sosial tidak melihat kehidupan keluarga sebagai suatu masalah terutama transisi dari keluarga besar menuju ke keluarga inti. Dan ini juga menjelaskan bahwa perubahan dalam struktur keluarga berpengaruh pada modal sosial.
Buku ini juga menjelaskan penyebab kekacauan keteraturan sosial dari kebijakan-kebijakan konvensional. Secara umum kebijakan konvensional yang berhubungan dengan faktor-faktor penyebab kekacauan dari aspek-aspek yang berbeda.
Tersedia | SJN00006576 | 303.483.3 FRA t | Perpustakaan Amir Machmud |
Tidak tersedia versi lain